LOVE?

Halo halo haaa…
Sudah sekian lama gak update, kini kembali saya membawa cerpen request-an nya teman saya yang hari ini lagi ulang tahun, Deana Putri Sa’baniyah… kado buat mu nihhh (boke’ banget, ya aku-nya)
Dan karena perihal tingkat stress saya yang lumayan tinggi karena ujian semester yang hingga sekarang belum selesai, ending cerita ini jadi kurang memuaskan. Daripada kena spoiler, enak langsung baca aja. Dan sangat ditunggu komentarnya atas ketidaksempurnaan ini.
Dan buat Deana, the best asisten bendahara ku, cerita ini didedikasikan buatmu… :*


****
Love?
“Aku mencintaimu. Maukah kau menjadi pacarku?”
Kata-kata itu meluncur dari mulut seorang lelaki sebayaku. Namun itu bukan untukku. Melainkan teman dekatku, yang kini tengah mengatasi getaran lututnya yang begitu dahsyat karena di hadapannya, orang yang ia cinta sedang mengungkapkan rasa padanya.
Ini adalah akhir dari pekerjaanku yang hampir seminggu kujalani. Menjadi seorang pen-comblang sahabatku sendiri. Di sampingku, teman dari calon kekasih sahabatku yang berprofesi sama denganku (seorang pen-comblang) ikut menyaksikan kejadian romantis ini.
Kulihat sahabatku itu mengangguk dengan manis, mengiyakan pertanyaan yang juga terlontar manis barusan. Aku merasa ingin segera menunaikan syukuran untuknya. Karena aku juga sangat senang karena usahaku membantunya membuahkan hasil.
“Kejadian yang manis, bukan?”
Tiba-tiba suara itu terdengar dari sebelahku. Itu berasal dari orang yang juga tengah menyaksikan tontonan romantis ini.
“Ya, begitulah, Dan,” jawabku pelan.
Sengaja ku haluskan suaraku. Karena sesungguhnya, diam-diam aku pun menyimpan sebuah rasa pada orang ini.
Namanya Dani. Ia adalah sahabat, dari pacar barunya sahabatku. Seorang lelaki yang datang dari kelas satu tahun di bawahku. Pertama kala aku bertemu dengannya, saat menjalankan misi pencomblangan sahabatku itu, aku mendadak merasakan energi lebih datang padaku untuk terus melancarkan usaha-usaha agar hubungan sahabatku dengan pujaan hatinya benar-benar terwujud.
“Kamu pernah, Put?” tanyanya lagi.
Aku menggelengkan kepalaku. Mencoba menahan malu mengungkap kenyataan bahwa sebagai seorang gadis belum pernah merasakan bagaimana rasanya ketika sebuah perasaan lelaki ditujukan padaku.
Ia menarik sudut bibirnya sedikit. Membuat harga diriku sedikit tergores karenanya. Hingga akhirnya aku memutuskan untuk diam hingga prosesi mengharukan itupun selesai.
***
“Kok manyun, sih, Put?”
Gak, memangnya siapa yang manyun?”
Reni, sahabatku yang sedang berbunga melewati perayaan satu hari hubungannya dengan pujaan hatinya, merasa terganggu ketika aku hanya diam saat ia mentraktirku martabak di kantin sekolah.
“Ada yang kamu rahasiakan dari ku, ya?” ujarnya yang secara tak langsung telah memulai proses interogasinya. “Ceritakan saja, lah. Atau aku tak jadi mentraktirmu. Biar kamu bayar sendiri saja.”
“Hah? Kamu gak ikhlas, ya?”
Ia memalingkan wajahnya, tak mempedulikan protesku. Masih memasang semacam ultimatum agar aku mengatakan sesuatu padanya.
Gak ada yang dirahasiain, kok,” ujarku lagi. Mencoba meyakinkan orang ini.
“Aku sudah mengenalmu dalam waktu yang lama. Aku tahu apapun tentang kamu. Kamu jadi berubah mood semenjak kejadian kemarin. Jangan-jangan kamu suka sama Robi (pacar barunya), ya?”
What? Kamu gila, ya?”
Tapi ia seolah tak mendengarku. Membelakangiku dengan kedua tangan melipat di depan dadanya. Hingga terpaksa aku menceritakan semuanya. Dari awal hingga akhir. Bahwa aku menyukai Dani.
Aku tiba di penghujung cerita panjang mengenai perasaanku. Tak ada respon lebih dari sesosok Reni yang biasanya berlebihan. Seperti telah mengetahui hal itu sebelumnya, ia tersenyum puas, penuh makna.
“Jangan disampaikan,” ujarku pada akhirnya.
Gak janji,” jawabnya jahil.
“Kalau sampai orang lain tahu, kita bubar.” Sengaja ku lontarkan ancaman-ancaman tak berarti itu (walau ku tahu Reni tak akan mempedulikannya). “aku duluan, ya. Makasih traktirannya, lho.
Aku berdiri dan meninggalkannya yang masih tersenyum puas seperti sedia kala.
***
“Mau pulang bareng? Kita searah, kan?”
Entah apa yang terjadi, ku harap malam ini tak terjadi badai atau semacamnya. Karena tanpa diduga-duga, Dani mengajakku pulang bersama.
“B-boleh.”
Langkah demi langkah ku lalui dengan sedikit gemetar di lutut. Dani nampak sibuk menyapa orang-orang yang sebelumnya menyapanya juga. Tak ada obrolan ringan apalagi serius hingga akhirnya tiba di akhir langkah kebersamaan itu. Karena ini adalah gang kecil menuju rumahku.
“Aku duluan, ya.” Kulambaikan sedikit telapak tanganku.
“Oke,” sembari membalasku dengan lambaian ringan.
Yang tersisa hanyalah aku dengan secercah harapan bodoh sembari menatap punggungnya yang kian menjauh.
***
Ternyata aku hanya mengenang kejadian itu, kejadian tiga tahun lalu yang mungkin terlalu manis untukku. Kutepiskan semua rasa tak berarti itu, kubiarkan hingga berserakan di lantai. Karena aku telah menyiapkan rencana untuk melupakan punggung itu.
Ku geser gambar gembok di layar ponselku. Sebuah aplikasi chatting memberitahukan padaku bahwa sebuah pesan baru saja diterima. Yang ternyata dari Reni.
Kami masih berteman hingga sekarang meski sudah tidak bersekolah di tempat yang sama. Dan, ia masih sering membicarakan mengenai hal yang tak terselesaikan waktu itu.
[Put, aku mendapat kontak Dani! Aku kirim, ya]
Benarkah?
Seberkas perasaan senang mulai menyelimuti hatiku. Tapi, perasaan ini nampak asing.
Dan tak lama, satu lagi pesan masuk berisikan kontak dengan nama Dani.
[Dia sekarang sekolah di SMA Elit Nusantara. Dia jadi anggota OSIS, lho. Lumayan eksis juga. Banyak orang dari sekolah lain kenal sama dia. Mana tambah ganteng lagi. Aku punya fotonya. Mau lihat?]
“Sungguh? Boleh!”
Tanpa sadar jemari sudah menekan tombol send atas pesan tak bertuan itu. Tidak, lebih tepatnya pesan yang tak dianggap oleh tuannya itu.
Tak sampai satu menit, pesan pembawa sebuah gambar seorang pria jangkung sampai di layar ponselku. Entah dari mana semua perasaan rindu ini datang.
[Tapi, dia sudah punya pacar.]\
Hingga akhirnya kuputuskan untuk membanting ponsel itu ke ubin, lima meter dari tempat ku berdiri.
*****
Hahaha… bad ending, ya. Sorry, deh… ini efek ujian yang gak kelar kelar. Semoga teman-teman sekalian tetap suka sama cerita saya (walau Cuma sedikit).

Sekali lagi, happy birthday buat Deana. Cerita ini didedikasikan full buat mu.

Popular posts from this blog

[REVIEW FILM] Ai Uta: My Promise to Nakuhito (Dari Sudut Pandang Seorang Tokufans)

"POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA" dalam Opini Saya

[REVIEW ANIME MOVIE] Josee to Tora to Sakana-tachi (2020)