Untuk Apa Dakwahku?


Dakwah merupakan suatu hal yang dielukan oleh setiap mukmin di muka bumi. Berlomba-lomba dalam kebaikan, menyebarkan Agama yang sangat dicintai, barangkali sudah menjadi motto hidup setiap individu yang sudah tercebur dan berenang dalam kolam dakwah. Semangat ini kemudian menular ke generasi di bawah-bawahnya, secara terus-menerus, dengan niat tulus karena Allah dan harapan dapat wafat dalam syahid, Insyaa Allah.

Dikutip dari Wikipedia, dakwah adalah kegiatan yang bersifat menyeru, mengajak dan memanggil orang untuk beriman dan taat kepada Allah sesuai dengan garis aqidah, syari’at dan akhlak Islam. Dakwah menjadi salah satu ibadah yang dapat dilakukan oleh setiap muslim untuk meneruskan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dulu. Dakwah menjadi kewajiban oleh setiap muslim, hal ini dijelaskan dalam Qur’an Surah Ali Imron ayat 104 yang artinya “Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung”. Dalam surah tersebut sudah jelas bahwa menyeru kebaikan adalah suatu kewajiban yang langsung diturunkan oleh Allah SWT.

Dakwah dapat dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung, secara diam-diam maupun terang-terangan, secara sendiri-sendiri ataupun berjamaah. Banyak organisasi-organisasi dakwah yang tersebar di negeri ini, mulai dari lingkungan sekolah, kampus, hingga masyarakat. Yang mengemban misi perbaikan struktur umat dari segala aspek kehidupan. Setiap agen dakwah pasti menyadari bahwa dakwah bukanlah hal yang mudah, ada beberapa hal yang tidak bisa ditangani seorang diri. Untuk itu, organisasi-organisasi itu dibuat.

Indonesia memang terlahir dengan kekayaan akan keberagaman. Keberagaman itu kemudian menghasilkan perbedaan. Meski demikian, perbedaan inilah yang kelak menjadi warna dalam suatu perjalanan. Begitupun dengan kondisi dakwah saat ini. Perbedaan-perbedaan dalam suatu organisasi dakwah pasti akan muncul di setiap kali misi dakwah dilaksanakan. Apalagi antar organisasi, yang sudah pasti memiliki visi dan misi yang berbeda. Akan tetapi, setiap agen dakwah harus memiliki keyakinan bahwa semakin banyak organisasi dakwah, maka semakin banyak warna perjuangan yang menghiasi perjuangan dakwah.

Idealnya memang seperti itu. Tetapi, tidak menutup kemungkinan bahwa perbedaan itu tidak bisa ditelan oleh masing-masing diri. Yang terjadi di lapangan justru ada organisasi-organisasi dakwah—yang sama-sama mengemban misi penyebaran kebaikan—saling adu mulut hingga adu sikut. Sudah jadi rahasia umum ada seorang ustadz yang dicemooh di kampungnya, sehingga harus memenuhi panggilan dakwah di kampung sebelah. Tak jarang individu yang mengaku dirinya agen dakwah berpindah organisasi dakwah bahkan membenci organisasi sebelumnya dengan dalih kecewa. Lantas apa yang diharapkan ketika kita mulai menginjak ranah dakwah dulu? Ketika kita mengetuk pintu sebuah organisasi, minta izin untuk ikut bergabung menyebarkan kebaikan? Untuk apa dakwah ini?
Tidak bisakah dakwah ini diniatkan untuk Allah semata? Tanpa peduli akankah organisasi ini kelak akan jadi sebesar apa, tanpa peduli apa yang akan didapat dari organisasi kelak, tanpa peduli sebesar apa luka yang akan digoreskan karena organisasi kita. Bukankah cukup mengharapkan ridho Allah dan niat untuk beribadah sudah membuat kita jadi agen dakwah? Dengan begitu kita tak akan merasakan kecewa disebabkan manusia yang ada di organisasi kita. Dengan begitu kita tak akan pernah merasakan betapa sulitnya dakwah. Dengan begitu dunia aman dan damai, tanpa perang dingin antar saudara.

Ditulis berdasarkan pengalaman pribadi,
Palembang, 23 September 2019

Popular posts from this blog

[REVIEW FILM] Ai Uta: My Promise to Nakuhito (Dari Sudut Pandang Seorang Tokufans)

"POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA" dalam Opini Saya

[REVIEW ANIME MOVIE] Josee to Tora to Sakana-tachi (2020)