Serial Phobos dan Deimos
Inilah karya cerpen pertama yang
saya post. Benar-benar sulit menulis di sela-sela kesibukan sekolah. Mohon bimbingannya dengan meninggalkan
tulisan mu di kotak komentar dalam bentuk kritik maupun saran. Terimakasih.
Mars Couple (the Beginning)
Selamat datang siswa-siswi
peserta didik baru. Itulah tulisan yang terpajang di depan gerbang SMA Makmur
Selalu. Dan kini, seorang siswa. Tepatnya siswa baru, dengan gaya brandal tengah di telanjangi kaki nya karena datang terlambat di hari pertamanya.
Dia adalah Deimos Kuncoro. Yang
mengaku malu memiliki nama itu. Nama yang memberikan kesan bahwa ia adalah
makhluk luar angkasa.
Jam istirahat tiba. Di sebuah
bangku taman di depan kelas, seorang siswa culun sedang asyik membaca novel.
Dengan kacamata menempel di tulang hidungnya, ia menyusuri kata demi kata dalam
cerita itu.
Datanglah Genta, teman sekelasnya
menghampiri. “Hei, Phob. Serius amat.”
“Eh, Gen. Jangan keras-keras,
dong. Nggak juga, kok. Ada apa?”
“Tuh, kan. Selalu deh kalo aku
ngomong sama kamu bawaannya serius mulu.” Sayangnya si Cupu tidak mengerti
maksud Genta. “lupakan. Tahu, gak tadi pagi ada yang kena hukum gara-gara
terlambat.”
“Terus?”
“Denger-denger namanya aneh. Sama
kayak kamu. Satelit nya planet Mars.”
Si Cupu akhirnya menutup bukunya.
Kemudian menatap Genta dengan kesal. “Sejak kapan kamu jadi begini sih?” lalu
pergi meninggalkan Genta.
Ia tersinggung. Di sekolah ini
hanya Genta (karena merupakan teman kecilnya) dan guru-guru saja yang
mengetahui keanehan namanya. Tapi, justru Genta membicarakan itu di wilayah
sekolah.
Angga P. Setiawan. Itu lah
tulisan di dada kanannya. ‘P’ alias Phobos adalah sebuah nama yang menurutnya
dapat membuat reputasi IQ tertinggi di SMP tercoreng begitu saja bila siswa
seantero sekolah mengetahuinya.
Kini ia berjalan dengan kesal
hingga tidak memperhatikan jalan di depannya. Sebuah benda menubruknya dengan
kuat. Bukan tembok, ataupun tiang besi. Melainkan sebuah badan tegap dengan
kesan berandal ada di hadapannya. Ia adalah Deimos Kuncoro.
“Sorry, gue gak sengaja.”
“Ih. Makanya lihat-lihat, dong.”
“Eh, lo yang ngeloyor kayak tikus
galau. Pake nyalahin gue lagi.”
Phobos terkejut mendengar
kata-kata kasar itu. Di liriknya nama di dada kanan lelaki itu. Jelas ia
membaca nama aneh itu. Deimos.
“Kamu yang di hukum tadi pagi,
kan?” Deimos memanas. Hampir saja ia meninju si Cupu satu ini. “salam kenal.”
Ia melanjutkan.
Urung Deimos melayangkan bogem
mentahnya ke wajah lelaki lembek di depannya. “Ya, Dei.”
“Aku Angga P. Setiawan.”
“Panjang amat. Gue panggil
apaan?”
“Panggil Bos aja.”
Deimos mengernyit. “Gila lo.”
“Nama aku Phobos, kok. Kamu kan
Dei, aku Bos aja.”
Deimos terdiam.”Kalo gitu Phob
aja.”
Tiba-tiba tiga orang siswi yang diduga teman
sekelas Deimos lewat dan menggoda mereka berdua. “Aduh, Deimos. Jangan ganggu
si Cupu Angga, dong. Dia kan takut di deketin kamu.”
“Angga?” Deimos menganga lebar.
Phobos merasa dalam bahaya. Ia pun cepat-cepat mengusir ketiga gadis itu.
“Anu. Orang-orang disini hanya
mengenalku sebagai Angga. Jadi aku memberitahumu karena kamu punya nama kayak
aku. Aku pikir kalau kamu ngerasain sendirian bakal berat. Aku pernah ngerasain
itu. Makanya aku akan menguak nama aneh ku juga.”
Hening.
“Biasa aja. Lo sembunyiin aja nama
aneh lo. Gak usah ikut-ikutan gue.”
“Kalo gitu, boleh gak kita
berteman?”
“Ternyata selain nama mu yang
aneh, otaknya juga aneh.” Ia berlalu meninggalkan Phobos sendirian.
Pulang sekolah, Phobos sendiri
jalan kaki. Menerjang panas nya siang itu. Di belakang nya, empat preman
sekolah terus mengolok-olok nya. Mungkin karena sudah terbiasa, Phobos tidak
mempedulikan sayup-sayup suara yang sangat jelas di telinganya.
“Oi. Berenti ganggu temen gue.”
Suara Deimos terdengar dari belakang. Phobos dan keempat preman sekolah itu
menoleh ke arahnya.
“Oi, Deimos. Sejak kapan lo
temenan sama cupu?” keempatnya tertawa lepas.
“Sejak kenalan tadi siang. Udah
deh. Kalian mau berurusan sama gue, ya?”
“Keep calm, man. Ok ok, kami
pergi. Lo urusin noh temen yang bakal buat lo ribet sepanjangan.” Mereka pergi.
Phobos tersenyum girang. Merasa
senang karena ia di akui sebagai teman dari si galak Deimos. “Makasih, ya.”
“Hmm, gak masalah.”
Keesokan harinya, seantero
sekolah di hebohkan mengenai kabar mereka berdua. Dua cowok yang beda 180
derajat bersahabat. Yang satu cupu, dan satunya lagi makhluk luar angkasa.
“Angga, kamu kenapa mau temenan
sama si berandal itu? Nanti kamu ketularan, lho.”
“Iya, kamu bias-bisa gak pinter
lagi.”
“Dia aneh, lho. Liat aja, namanya
Deimos. Satelit planet Mars.”
Olokan terakhir membuat Deimos
memanas. Ia segera berdiri menggebrak meja kantin. Tapi, Phobos dengan tenang
membuat semua orang disana menganga.
“Terserah kalian mau bilang apa.
Tapi, bukan hanya dia yang punya nama itu. Aku, Angga P. Setiawan, Angga Phobos
Setiawan, juga mempunyai nama satelit Mars. Kami cocok, bukan?”
Hening.
Masih hening.
“Mereka Mars Couple.” Seorang
perempuan bernama Rania Sintani menyela di sela-sela ketegangan itu.
“Ya, Rania benar. Kami Mars
Couple.” Phobos mencoba menetralkan suasana itu.
Beberapa siswa mulai pergi.
Merasa tidak nyaman sekaligus bersalah. Deimos masih menganga. Kagum pada
perbuatan Rania. Atau lebih tepatnya, ia jatuh cinta pada pandangan pertama.
“Kamu setuju, kan? Kita Mars
Couple.”
“Ya.” Deimos tersenyum memandang
sahabat culunnya. “dan yang paling penting, lo berani banget nyatain nama aneh
mu ke mereka.”
“Aku hanya tidak mau hidup dalam
kepengecutan.”
Itulah awal dari Mars Couple.
Sepasang orang aneh, tapi begitu menghargai arti sebuah perkara bernama
persahabatan.
:)