Serial Phobos dan Deimos part 2
Selamat hari raya idul adha 1435 H~ mohon maaf lahir dan batin ya...
Dan inilah karya empet-empetan saya. Di tengah kesibukan belajar, kerjain tugas, persiapan lomba, latihan ekskul, dan lain-lainnya yang begitu menyiksa, akhirnya sempet juga (alias disempet-sempetin) buat ngepost (dan meski tak sempat buat covernya).
Dan inilah hasilnya, lanjutan kisah dari persahabatan Mars Couple kita. Semoga menghibur. Jangan lupa sematkan komentarnya ya... Terimakasih~
Bel
pertanda istirahat berbunyi. Siswa-siswi SMA Makmur Selalu berhamburan keluar
dari pengap nya kelas yang di jejali pelajaran. Baru lima detik bel berdering,
kantin telah di penuhi orang-orang yang kelaparan.
Tentu
tidak ketinggalan untuk Mars Couple ini. Mereka telah bertengger di salah satu
meja kantin Bu Nami dengan semangkuk baso di hadapan keduanya.
“Gue
rasa, gue naksir sama Rania.” Deimos memulai pembicaraan sebelum mulai melahap
baso nya. Tapi sayang, sebelum sebuah bola baso masuk ke mulutnya, sebuah
peluru baso menembak hidungnya terlebih dahulu. Baso yang keluar dari mulut
Phobos.
“Eh,
sorry, Dei. Aku gak sengaja. Aku terkejut sampe itu baso keluar lagi.” Phobos
segera mengelap hidung Deimos.
“Lo
berani ya sama gue? Lagian kenapa juga makan bisa sampe begitu, hah?” Deimos
kesal. Di ambil nya tisu di tangan Phobos.
“Maaf.”
***
Phobos
sekelas dengan Rania. Dan sekaligus diam-diam menyukai cewek yang akrab di
panggil Rain itu. Karena itu begitu mendengar bahwa Deimos menyukai cewek yang
ia suka, ia langsung tersedak baso berdiameter tiga senti itu.
Di
kelas, ia terpaksa menyampaikan salam yang disampaikan Deimos untuk Rania.
Meski kesal melihat reaksi Rania yang tersipu malu, ia tetap berusaha
menyembunyikan perasaan itu. Sampai Genta yang juga sekelas dengannya mendengar
percakapan mereka berdua.
“Hah?
Serius si Deimos suka sama Rania?” sela Genta.
“Eh,
kamu ini suka banget ikut campur urusan orang.” Phobos sewot.
Genta
hanya menganga. Lo kan juga suka, Phob. Batinnya.
Mereka
pulang bertiga. Phobos, Deimos dan Genta. Genta membuka percakapan dengan
menanyakan kepada Deimos bahwa dia menyukai Rania.
“Dei,
lo serius suka sama Rain?”
Deimos
terkejut. Lalu menoleh kesal ke Phobos. Siapa
suruh lo ngasih tahu orang, hah? Ia membatin. Seolah sedang bertelepati,
Phobos menerima sinyal kemarahan dan menggeleng secara frontal.
“Memangnya
kenapa?”
“Tenang.
Lo jangan marah sama Phob. Dia gak ngasih tahu gue. Cuma gue aja yang terlalu
update dan akhir nya tahu kabar burung ginian.”
“Terus
apa untung nya buat lo? Lo suka juga sama Rain?” Deimos mulai kesal.
“Calm
down, man. Santai aja kali. Gue gak suka kok sama Rain. Gue cuma suka sama Nina
seorang.”
“Lebay,
lo.”
***
Keesokan
harinya, kabar Deimos menyukai Rania menyebar ke seluruh penjuru sekolah. Mars
Couple ini memang paling top untuk menjadi bahan gossip masyarakat Makmur
Selalu. Dan berita itu sampailah ke telinga Rania, si Juliet nya Mars Couple.
“Hah?
Serius?” Rania mendadak histeris mendengar teman-temannya mengatakan itu.
“Ya,
waktu itu kan kamu bilang si Angga alias Phobos itu sampein salam Deimos ke
kamu. Nah, kali ini berita ginian udah nyebar sekampung anget.” Lian berseru
heboh.
“Gila.
Mulut-mulut nya anak disini beneran lentur.”
Lian
mendadak tersinggung karena ia turut serta dalam penyebaran kabar ini ke
seluruh penjuru sekolah. Tapi ia memilih untuk pura-pura tidak mendengar
kata-kata itu.
***
“Gila!
Gue marah, Phob.” Deimos menggebrak meja belakang rumah Phobos.
“Kalo
marah jangan sama aku, dong. Aku kan gak tahu kenapa bisa jadi gini.”
“Lo
ngomong gak tahu?! Gue kesel sama lo!” suara bentakan itu membuat Phobos
bangkit. Ia merasa sakit hati.
“Kamu
kenapa, sih? Aku yang harus nya kesel sama kamu. Aku udah nahan perasaan aku.
Perasaan suka sama Rain. Terus ku kubur dalem-dalem biar kamu gak tahu. Aku gak
mau buat kamu marah karena ternyata kita suka cewek yang sama!” air mata Phobos
sudah sampai di ujung mata. Deimos hanya ternganga lebar. Tak menyangka bahwa
ternyata ia menyakiti sahabatnya sendiri.
Hening.
Masih
hening.
“Kamu
cepet pergi dari rumah aku. Aku gak mau lihat kamu sekarang.” Phobos masuk
melalui pintu belakang. Lalu pergi ke kamar, mengunci diri di sana meredam
semua kemarahannya.
Untuk
beberapa saat Deimos terpaku disana. Sejak Phobos meninggalkannya hingga
sekarang ia masih mencerna kejadian yang baru saja ia lewatkan. Ia menyadari
kesalahannya. Tapi ia merasa berhak menyukai siapapun. Di pandanginya pintu
yang menganga lebar, membayangkan sekali lagi sahabatnya yang masuk dengan
perasaan luka. Ia pun ikut terluka lalu pulang kerumah.
***
Phobos
membenamkan wajahnya di meja nya. Ia tidak peduli seisi kelas memperhatikannya
penuh rasa penasaran. Yang ia pikirkan hanyalah menghindar dari pelaku-pelaku
yang menimbulkan kegalauannya ; Deimos, Rania ataupun Genta.
“Angga,
kamu kenapa?” suara Rania membuat jantungnya berdegup tiga kali lebih cepat. Ia
memalingkan wajahnya.
“Pergi.
Jangan ganggu aku.”
“Emang
siapa yang ganggu kamu? Aku mau hibur kamu, kok.”
Phobos
tak bergeming. Ia tetap pada posisi nya. Namun, suara yang familiar di telinga
memanggil namanya. “Phob.” Suara Deimos. Ia mendapati Deimos yang berdiri di
ambang pintu dengan ekspresi kacau. “kita harus bicara.”
Seisi
kelas benar-benar menikmati drama kelas yang menegangkan ini.
***
Mereka
bicara di belakang sekolah. Di bawah tanki air.
“Gue
minta maaf atas kejadian kemaren-kemaren. Gue gak tahu kalo lo suka sama Rain.
Kalo gue tahu juga gue gak bakal ngomongin perasaan gue ke lo.”
“Iya.
Aku juga minta maaf udah marah sama kamu kemarin.”
“Yaiya.
Tapi, gue ngerasa berhak untuk menyukai siapapun. Termasuk Rain.”
“Apa
maksudmu?” Phobos mendelik.
“Gue
tetep suka sama Rain.” Deimos mendekatkan wajahnya ke wajah Phobos yang memerah
mau meledak. “Tapi setidaknya, gue bisa mencintai seseorang dengan restu sahabat
terbaik gue.”
Wajah
tegang Phobos mengendur. Ia kembali bernafas dengan normal. Kini ia justru
ingin menangis mendengar kata-kata yang keluar dari sahabat berandalannya itu.
“Gue
gak mau ngilangin perasaan suka gue ke Rain, seperti gue yang gak mau ilangin
ikatan persahabatan kita. Kamu ngerti?”
Kata
‘Kamu’ yang keluar dari mulut kasar Deimos menerjunkan air mata Phobos.
Ditinjunya dada kanan Deimos. Yang sudah pasti tidak ada rasa baginya.
“Ya.
Aku ngerti. Tenang aja, dalam seminggu aku akan menemukan cewek lain yang
kusukai. Dan yang paling penting, Mars Couple gak akan kalah sama masalah
sepele kayak beginian.” Phobos meyakinkan dirinya. ***