Bercerita Pada Bulan Apa Itu Malam Minggu [Esai]
Kembalilah saya. Mumpung lagi rajin. Tanpa basa-basi, kita langsung saja ke esai kedua saya :)
***
Bercerita Pada Bulan Apa Itu Malam Minggu
Esai oleh Aprilia Dwi Istifarani
Malam
minggu. Adalah suatu malam yang mungkin bagi sebagian kecil orang tak lebih
dari malam pengantar Sabtu petang menuju Minggu pagi. Namun, mungkin tidak
begitu bagi sebagian besar manusia lainnya.
Bagi
‘manusia-manusia pekerja’, malam minggu adalah malam yang paling tepat untuk
istirahat—bersantai bersama keluarga. Atau mungkin bagi mereka yang memiliki
orang terkasih, malam minggu akan menjadi momen pelepas rindu yang telah
bersarang di hati mereka.
Dan
disinilah saya, di malam minggu yang dingin ini, ditemani secangkir kopi dan
beberapa makanan kecil lainnya, berusaha menanyakan apa makna ‘malam minggu’
yang sebenarnya pada satu-satu nya wujud yang selalu ada meski bukan di malam
minggu. Ialah bulan.
Baiklah,
mari untuk sejenak saja kita lepaskan semua pemikiran rumit yang telah dilalui
satu minggu ini. Dan cobalah untuk sedikit mengulang kembali kenangan malam
minggu yang telah Anda lalui.
Malam
minggu bagi saya adalah malam paling yang paling indah. Esok adalah hari
minggu, itu adalah alasan utamanya. Alasan lainnya, karena untuk beberapa waktu
yang lalu malam minggu saya mungkin adalah malam minggu yang tak pernah dialami
oleh orang lain. Walau sekarang ‘ritual malam minggu’ saya sudah tak seindah
seperti waktu itu, saya tetap menyukai malam itu karena setidaknya saya bisa
mengenang kembali apa itu cinta masa muda.
Baiklah,
saya tak ingin membahas itu.
Satu
pertanyaan yang selalu mengusik saya. Siapakah pencetus ‘ritual malam minggu’
untuk pertama kalinya? Dan mengapa bisa-bisanya ia menciptakan hal semacam itu?
Sebenarnya hal itu tak terlalu penting. Hanya saja saya merasa terusik
(selalu).
Saya
selalu berandai. Andai bulan bisa mendengar, dan bicara. Ia pasti telah
menjawab pertanyaan ini. Dan saya setidaknya bisa bernapas lega sembari
menikmati malam minggu berdua dengan segelas kopi yang selalu menemani saya ketika
saya menulis—mencairkan angin malam yang seolah membekukan perasaan.
Sekali
lagi, saya kembali berandai. Andai ada seorang yang mengaku sebagai kekasih
saya, mungkinkah segelas kopi ini akan tetap menemani saya ketika para remaja
sebaya saya menghabiskan ‘ritual malam minggu’-nya untuk berkumpul bersama
orang terkasih nya? Atau justru saya hanya akan tersenyum menatap ponsel sambil
memeluk sebuah bantal di atas kasur?
Dan
saya pun hanya mampu berandai.
Seperti
yang dikatakan Benyamin. S dalam lagunya.
Malam
minggu, ayo pergi ke bioskop.
Itulah
penggalan lirik yang saya ingat.
Mungkin
betapa menyenangkannya pergi ke bioskop saat malam mingu. Bersama teman ataupun
kekasih, menghabiskan waktu tanpa harus merenung, menatap langit, dan segelas
kopi.
Sepertinya
segelas kopi berpengaruh sangat kuat dalam ‘ritual malam minggu’ saya. Padahal
katanya kopi kurang baik bagi kesehatan. Tapi justru bagi beberapa orang
(pecandu kopi), kopi adalah obat pusing kepala.
Saya
jadi teringat malam minggu saya beberapa waktu yang lalu. Saya ditemani ponsel
butut saya, berguling di atas kasur—dan melupakan kopi, tersenyum menghadap
dinding. Setiap ponsel itu berdenting, dengan cepat saya langsung menekan
tombol-tobol nya yang sudah tak nampak lagi huruf-hurufnya, dan membuka pesan
masuk.
Dan
saya pun tersenyum kembali—masih menghadap dinding. Bahkan sesekali saya
tertawa sendiri.
Bagaimanapun
saya adalah seorang remaja, yang sedang merasakan indahnya cinta masa muda. Tak
masalah bukan? Lalu apakah remaja lainnya melalui hal semacam itu pula?
Lalu,
saya mempunyai seorang teman, yang status nya sama seperti saya. Bahkan ia
menahan perasaannya. Saya penasaran, bagaimana ia melalui malam minggu nya?
Kembali
saya berandai. Jika bulan bisa mendengar saya, mungkin begitu banyak pertanyaan
yang akan saya lontarkan (bahkan pertanyaan tak penting sekalipun).
Dan
akhirnya, tulisan ini hanya menjadi sebuah perwujudan dari perasaan saya. Sebuah
karya hasil produksi hati dan pikiran. Yang mungkin awalnya hanyalah
pemikiran-pemikiran liar yang tak berguna.
Tapi
inilah saya. Hanya menulis apa yang ingin saya tulis.